Rabu, 27 Februari 2013

Hoegeng Imam Santoso; Model Pemimpin Berkarakter


        Sosok seorang Hoegeng telah banyak ditulis di banyak buku. Namun tidak akan pernah kita merasa jemu untuk mengikuti perjalanan hidup sang legendaris ini. Saat Gus Dur menjabat sebagai Presiden RI, beliau berkata: “Hanya ada dua orang polisi yang tidak bisa disogok yaitu, polisi tidur dan Hoegeng.” Melihat hal ini saya pun tak kuasa menahan senyum. Memang benar, mana mungkin polisi tidur bisa disogok dikasih uang suruh pergi (hahahaha). Jika sudah menyangkut manusia pastilah tidak lepas dari hawa nafsu. Namun tidak dengan Bapak Hoegeng yang satu ini. Ketika kelompok petisi 50 mengadakan rapat di kediaman Ali Sadikin, yang empunya terkaget-kaget karena tidak jarang Hoegeng naik bajaj. Yang bahkan untuk membayar PBB pun, saat Ali Sadikin menjabat sebagai Gubernur DKI pernah membantu melunasinya.

    Mengapa Hoegeng teguh pada pendirian untuk bersih, tidak korupsi, tidak takut dan terbuka? “Yang penting dalam kehidupan manusia adalah kehormatan. Jangan merusak nama baik dengan perbuatan yang mencemarkan”, kata bapaknya yang sampai akhir hayat tidak punya rumah dan tanah pribadi. Bagaimana kat-kata itu tidak berpengaruh karena bapaknya juga seorang pejabat. Bukan pejabatnya yang jadi soal, namun kekuasaan yang dipegang bapaknya tidak membuatnya lupa diri.  Ayah Hoegeng adalah Skario Hatmodjo, pernah jadi Kepala Kejaksaan di Pekalongan.

Cerita yang menakjubkan
      Ketika ditugaskan ke Kepala Bareskrim Sumatera Utara, sikap Hoegeng memperlihatkan sosok dirinya. Saat itu SUMUT terkenal dengan mafianya. Di hari pertama kedatangannya, Hoegeng disambut dengan cara khas Mafia. Rumah pribadi dengan perabotan lengkap serta mobil telah disediakan cukong-cukong perjudian. Hoegeng memilih tinggal di hotel sebelum dapat rumah dinas.
     Namanya mafia tidak boleh mati angin. Saat rumah dinas tersedia, sebelum Hoegeng datang, rumah sudah disediakan perabotan lengkap. Hoegeng memberi ultimatum agar perabotan itu diambil kembali. Karena tidak digubris akhirnya perabotan itu dikeluarkan dan diletakkan di tepi jalan di rumah dinasnya. Kota Medan gempar. Baru pertama kali ada pejabat polisi yang tidak mempan disogok.
      Dari Medan kembali ke Jakarta. Karena belum dapat rumah dinas, Hoegeng menumpang di garasi rumah mertua di Menteng. Sehari sebelum diangkat jadi Kepala Jawatan Imigrasi, dia minta kios bunga istrinya ditutup. Dia khawatir orang akan membeli bunga yang dibeli dari kios milik istri seorang Kepala Jawatan Imigrasi itu. Dan yang paling mencengangkan kios itu tidak pernah lagi buka hingga kini.
    Atas usul Sri Sultan Hamengku Buwono I, Hoegeng diangkat menjadi Menteri Iuran Negara dalam Kabinet Seratus Menteri. Saat ditawari mobil dinas, Hoegeng menjawab: “Saya masih punya mobil dinas, dan cukup satu saja. Tugas saya mencari uang untuk negara, bukan menghabiskan uang negara.”
    Pada jaman Orde Baru, Hoegeng diminta jadi Kapolri. Kasus Sum Kuning yang melibatkan anak pejabat dan tokoh Jogja diangkat. Juga kasus terbunuhnya mahasiswa ITB. Tapi akhirnya Hoegeng terjungkal saat menangani kasus mobil mewah selundupan Robby Tjahjadi. Hoegeng yang hendak melaporkan kasus selundupan ini tertegun. Karena yang hendak dilaporkan tengah berbincang dengan petinggi negeri ini.
   Semenjak itu beliau tidak lagi pernah percaya pada “orang nomor satu di Indonesia”. Hari berlalu dan Hoegeng dipensiunkan 2 tahun sebelum waktu pensiun tiba. Alasan pergantian Hoegeng adalah peremajaan. Tapi yang menggantikan ternyata usianya dua tahun lebih tua dari usia Hoegeng. Apa seperti itu yang dinamakan peremajaan. Dalam pensiun itu, Hoegeng mengembalikan mobil dinas, satu-satunya mobil yang selama ini dipakai kemana pun.
     Konon kabarnya, usai pensiun pun Hoegeng tidak punya rumah sendiri seperti bapaknya. Rekan-rekan dekat Hoegeng berembug, yang akhirnya disepakati iuran yang mereka himpun dibelikan rumah untuk ditempati Hoegeng dan keluarganya. Kemana-mana Hoegeng naik bus umum, dan dirinya tidak pernah merasa risih.
   Sosok Hoegeng terbayang. Tidak terasa rindu akan pemimpin seperti ini memantul-mantul. Dalam kondisi carut-marut seperti ini, kata-kata Hoegeng jadi amat patut untuk direnungkan: “Pemerintah yang bersih harus dimulai dari atas. Seperti halnya orang mandi, guyuran air untuk membersihkan diri selalu dimulai dari kepala.” Hoegeng pun berkata yang kemudian ini menjadi kata-kata yang selalu mengingatkan sosok Hoegeng: “It’s nice to be important. But’s more important to be nice” (Baik menjadi orang penting. Tapi yang lebih penting adalah jadi orang baik).
     Di balik wajah kebapakan Hoegeng dengan kacamata tebalnya, tersimpan keberanian dan ketegasan. Ketika lulus dari PTIK tahun 1952, Hoegeng yang masih muda dipanggil ke Istana. Saat ditanya namanya, Presiden Soekarno berkata: “Apa tidak salah itu. Kan seharusnya Sugeng. Mbok diganti Soekarno”.
     Hoegeng menjawab: “Nggak bisa Pak. Karena Hoegeng itu dari orangtua saya. Kebetulan pula nama pembantu saya di rumah, juga Soekarno”.
          “Kurang ajar kamu”, kata Presiden Soekarno sambil tertawa lepas.


“Keadilan pemimpin tampak dari kesabarannya saat dia punya kekuasaan, punya jabatan, dan punya kekuatan.”


0 komentar:

Posting Komentar